Guru SMP Negeri 3 Gondangrejo, Karanganyar

Terima kasih Bapak-bapak guru, kami bangga pernah menjadi murid Bapak.

Guru SMP Negeri 3 Gondangrejo, Karanganyar

Terima kasih Ibu-ibu guru yang telah mendidik dan menyayangi kami, jasa Ibu tidak akan pernah kami lupa.

Temukan kembali temanmu disini

Dapatkan temanmu sesama alumni SMP Negeri 3 Gondangrejo di grup facebook "Alumni SMP 3 Gondangrejo Semua Angkatan".

Masih Ingat Jaman SMP Dulu?

Mau berbagi pengalaman di blog ini? caranya posting pengalamanmu di grup "Alumni SMP 3 Gondangrejo Semua Angkatan".

Temukan kembali temanmu disini

Dapatkan temanmu sesama alumni SMP Negeri 3 Gondangrejo di grup facebook "Alumni SMP 3 Gondangrejo Semua Angkatan".

Rabu, 28 Desember 2011

Mutiara Hadits 10



“Sikap rendah hati membuat seorang semakin mulia,
maka rendah hatilah kalian niscaya Allah SWT, akan
memuliakanmu. Sikap pemaaf membuat sorang semakin
mulia, maka banyak maaflah kalian niscaya Allah akan
memuliakanmu. Dan sedekah itu membuat seorang semakin
banyak hartanya, maka bersedekahlah kalian, niscaya
Allah akan melimpahkan rahmat Nya kepada kalian.”
[HR. Ibnu Abi ad-Dunya]

Mutiara Hadits 9



“Orang yang mengusahakan bantuan [pertolongan] 
bagi janda dan orang miskin 
ibarat berjihad di jalan Allah 
dan ibarat orang shalat malam. 
Ia tidak merasa lelah dan ia
juga ibarat orang berpuasa yang tidak pernah berbuka.”
[HR. Bukhari]

Kamis, 22 Desember 2011

Mutiara Hadits 8




Tiap Muslim wajib bersedekah. Para sahabat bertanya,
“Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi
Saw menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya
untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersedekah.” Mereka
bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?” Nabi
menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang
sedang teraniaya.” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau
dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab: “Menyuruh
berbuat ma’ruf.” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia
tidak melakukannya?” Nabi Saw menjawab, “Mencegah
diri dari berbuat kejahatan, itulah sedekah.”
[HR. Bukhari dan Muslim]

Rabu, 21 Desember 2011

Mutiara Hadist 7




Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a datang kepada
Rasulullah SAW lalu bertanya,
“Wahai Nabi, Aku tidak mempunyai apa-apa kecuali uang
belanja yang diberikan oleh Zubair kepadaku. Apakah
aku berdosa kalau aku sisihkan sedikit uang belanja
tersebut untuk bersedekah.” Rasul menjawab, “Sisihkanlah
sedikit untuk bersedekah semampumu dan janganlah
kamu mengingat-ingatnya agar Allah tidak kikir kepadamu.”
[HR. Bukhari dan Muslim]

Mutiara Hadits 6



"Sesungguhnya sedekah seseorang muslim itu
memanjangkan umur dan mencegah dari mati
dalam keadaan buruk
dan Allah Taala pula menghapuskan sikap sombong
dan membangga diri si penderma
dengan sebab sedekahnya" ( H.R. Tabrani ) 

Rabu, 14 Desember 2011

Mutiara Hadits 5



“Sesungguhnya sedekah secara tersembunyi dapat
memadamkan murka Rabb, dan sesungguhnya silaturrahmi
dalam menambah umur. Sesungguhnya pebuatanperbuatan
yang ma’ruf [kebajikan] dapat menghindarkan
keburukan-keburukan yang membinasakan, dan sesungguhnya
ucapan Lâ ilâha illalâh [Tiada tuhan selain Allah]
dapat menolak dari orang yang mengucapkannya Sembilan
puluh Sembilan pintu musibah, yang paling rendah
adalah duka cita.”
[Riwayat Ibnu Asakir melalui Ibnu Abbas Ra.]

Selasa, 13 Desember 2011

Mutiara Hadits 4



Bersedekahlah kalian, kelak akan datang suatu zaman
kepada kalian saat seseorang berjalan dengan membawa
sedekahnya, lalu yang didatanginya mengatakan kepadanya:
“Seandainya engkau mendatangkannya kemarin,
niscaya aku menerimanya. Adapun sekarang maka aku tidak
memerlukan sedekah lagi.” Akhirnya dia tidak dapat
menemukan orang yang mau menerimanya.
[HR. Syaikhan melalui Haritsah Ibnu Wahb]

Mutiara Hadits 3



“Tiga perkara yang aku bersumpah atas tiga perkara
tersebut dan menceritakan kepada kalian maka jagalah:
Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan
tidak seorang hamba dianiaya dengan satu kezhaliman
kemudian dia bersabar [atas kezhaliman] kecuali Allah
akan menambahkan baginya dengan kemuliaan. Dan
tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta
kecuali Allah akan membaginya pintu kefakiran.”
[Turmudzi Kitab az-Zuhd 4: 487 [2325] dari hadits Abi
Habsyah]

Mutiara Hadits 2





Dari Abu Hurairah, dia berkata, ”Bahwa seorang dari
bangsa Arab datang menemui Nabi Saw, dan bertanya,
”Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepada saya berbagai
amal yang jika saya memenuhinya saya akan bisa masuk
syurga”. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, ”Beribadahlah
engkau kepada Allah dan jangan menyekutukannya
sedikit pun. Lakukanlah salat dan tunaikanlah zakat
fardhu, dan puasalah di bulan Ramadhan”. Rasulullah
bersabda lagi, ”Demi Allah yang diriku berada pada
kekuasaan-Nya, saya tidak akan menambah dari ini. Dan
barangsiapa yang hendak melihat calon penghuni syurga,
lihatlah orang-orang yang memenuhi
tuntutan amaliah ini.”
[HR. al-Bukhari]

Mutiara Hadits 1





Dari Abu Ubaidah bin Jarrah ra berkata, Aku mendengar
Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan
kelebihan hartanya di jalan Allah swt., maka Allah
akan melipatgandakannya dengan tujuh ratus [kali lipat].
Dan barangsiapa yang berinfak untuk dirinya dan keluarganya,
atau menjenguk orang sakit, atau menyingkirkan
duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan
sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak
merusaknya. Dan barangsiapa yang Allah uji dengan satu
ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur
[dosa-dosanya].”
[HR. Ahmad]

Minggu, 11 Desember 2011

Ketika Sunami Datang

Pagi itu, Fahmi tengah duduk santai di rumahnya. Menikmati udara pagi yang sejuk dan menikmati secangkir teh dan roti yang telah disediakan istrinya. Maklum saja ia sedang menganggur sehabis keluar dari tempatnya kerja dulu. Jadi ia bisa menikmati hari-hari di rumahnya, meski pusing juga memikirkan nafkah bagi istri dan dua anaknya yang masih kecil-kecil.
“Belum ada order motret lagi, Pa? Atau kerjaan?” istrinya bertanya hati-hati.

Fahmi hanya menggeleng. Tabungannya mulai menipis. Ia harus mencari kerjaan kalau asap dapurnya mau ngebul, apalagi... ia masih tinggal di rumah mertuanya.... malu rasanya.

Istrinya kembali ke dalam dan menyalakan televisi, saat itulah berita yang menyentak terpampang.

“Pa... lihat deh, sini!” panggil istrinya. Malas-malasan Fahmi bangkit dan menghampiri istrinya.

“Apaan, sih?”

“Tuh, lihat aja.” Istrinya menunjuk televisi. Pandangan Fahmi beralih ke teve dan...

“Astaghfirullah....” desisnya berkali-kali. Bencana tsunami telah menghadang Aceh dan sekitarnya, bahkan menjadi bencana dunia.

“Ya ampun, bukan cuma Indonesia, ya...” istrinya menggeleng-gelengkan kepala.

“Lihat tuh, ya Allah... ombaknya tinggi banget, ya Allah...” masih kata istrinya. Fahmi tak bersuara. Tatapan matanya nanar dan mulai berkaca-kaca.

Lihatlah para manusia tak berdaya itu, mereka berupaya menyelamatkan diri dari terjangan tsunami, memanjat pohon, bertengger di atap, tergulung ombak. Lihatlah ribuan mayat yang hancur dan tak dikenal itu. Benar-benar Maha Besar Allah yang bisa melakukan semua ini. Benar-benar manusia tak bisa menolak kuasaNya.

Aceh hancur, hanya masjid yang maish berdiri tegak. Lihatlah Serambi Mekkah itu, lihatlah kota yang dikenal religius itu. Kini porak-poranda. Mengapa Aceh ya Allah, mengapa? Kasihan mereka. Fahmi tak habis pikir.

Namun, sejurus kemudian ia beristighfar... pasti ada skenario tertentu yang dibuat Allah dibalik bencana ini. Allah menjadikan sesuatu bukan tanpa sebab.

Fahmi mengusap perlahan titik air mata yang mulai menganak sungai di pipinya.

“Kita beri bantuan yuk buat mereka,” katanya kemudian pada istrinya.

“Iya, berapa?”

“Sekarang kita kumpulin aja dulu pakaian layak pakai, yuk!” mereka berdua beraksi. Kemudian Fahmi mengambil sejumlah uang simpanannya.

“Pa... nggak kebanyakan? Nanti kita gimana?” istrinya mengingatkan.

“Udahlah, Ma, mereka lebih butuh dari kita. Cobaan yang kita hadapi sekarang nggak ada artinya dibandingkan kesusahan mereka, nanti pasti ada rezeki buat kita. Yakin aja, deh,” hibur Fahmi.

Istrinya mengalah. Memang jumlah uang yang mereka sumbangkan tak sampai 500 ribu rupiah, namun terasa juga karena Fahmi masih menganggur. Tapi mereka ikhlas membantu saudara mereka yang kesusahan di tanah rencong sana.

Melalui sebuah yayasan, mereka menyalurkan bantuan itu. Kemudian Fahmi dan keluarganya setia mantengi televisi untuk melihat perkembangan situasi di Aceh.

Suatu hari, saat Fahmi sedang di depan tv, telepon rumahnya berbunyi.

“Assalamu’alaikum...” sapanya ramah.

“Wa’alaikum salam, Fahmi, ya?” sahut suara di ujung sana.

“Fah, selamat ya.... foto ente menang juara harapan.”

“Alhamdulillah... yang bener, lo?” Fahmi tidak percaya.

“Bener. Hadiahnya dua juta!”

Mendengar berita itu tak urung Fahmi langsung sujud syukur. Kemudian ia mengabarkan berita gembira itu pada istrinya.

“Ma, Alhamdulillah, foto yang Papa ikutin lomba jadi juara harapan. Hadiahnya dua juta...”

Ia memeluk erat istrinya, “Betul kan Papa bilang. Kalau udah rezeki nggak bakalan ke mana, deh...”

Rupanya, Allah masih menyimpan kejutan lain buat mereka. Beberapa hari kemudian, kembali telepon rumahnya berdering, “Ya hallo... Assalamu’alaikum?” sapa Fahmi lagi.

“Fah... masih nganggur lo?” tanya temannya di ujung sana.

“Ya... gitu deh, kenapa? Ada gawean?” Fahmi bertanya penuh harap.

“Bukan gawean sih, ada order motret kawinan, buat kita berdua, lumayan 7 juta, bo! Mau nggak?”

“Pake nanya lagi, ya mau dong!” Fahmi tertawa senang. Kembali ia sujud syukur dan mengabarkan berita itu pada istrinya.

“Alhamdulillah....ya Pa... Allah baik banget.”

“Makanya... Papa bilang juga apa, nggak usah takut nyumbang agak banyak buat Aceh kemarin...”

Mereka berdua bertatapan penuh makna.

Belajar Sedekah Dari Tukang Becak



Rekan-rekan adalah wajar manakala kita kemudian rajin bersedekah di saat berada dalam kondisi yang berlebih. Namun sebaliknya, saat kondisi benar-benar pas-pasan masih adakah keinginan untuk bersedekah itu?
Kisah ini saya dapatkan dari milis fakultas. Entah dari mana orang yang mempublish mendapatkan sumbernya. Yang jelas kita bisa banyak belajar dari Bai Fang Li.


Bai Fang Li menjalani hidup dengan sederhana sebagai tukang becak. Ia tinggal di gubuk kecil dan sederhana di daerah Tianjin, China.

Namun demikian semangatnya dalam bekerja selalu tinggi. Dengan tidak mengenal lelah Bai Fang Li pergi pagi pulang malam, mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya.

Saat menarik becak Bai Fang Li hampir tak pernah membeli makanan. Makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupula dengan pakaiannya.

Apakah hasil mengayuh becak tidak cukup untuk membeli makanan dan pakaian?

Jangan salah. Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup sedikit lebih layak.

Namun Bai Fang Li lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.
TERSENTUH

Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun.

Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.

Yang membuat Bai Fang Li heran adalah si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya.

Ketika Bai Fang Li bertanya, anak itu menjawab bahwa ia tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan.

Ia akan menggunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk tempat mereka tinggal. Anak kecil itu hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.

Bai Fang Li tersentuh manakala ia mengantar anak itu ke tempat tinggalnya. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh.

Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.
TAK MENUNTUT APAPUN

Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya.

Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk.

Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000. Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru.

Nah rekan-rekan, bagaimana menurut Anda. Masih kah kita beralasan untuk enggan bersedekah?

Apalagi saya kira kita seringkali mendengar ungkapan-ungkapan seperti ini :

Makin banyak memberi makin banyak menerima.
Di sebagian rezeki yang kita terima, ada sebagian hak orang lain disana. Dll.

Kalau Anda berpikir sedekah harus dalam nominal yang besar, rasanya kurang tepat menurut saya. Saya memang bukan TUHAN, tapi mungkin saja yang DIA nilai bukan nominalnya, melainkan nilai usaha untuk bersedekah.

Katakanlah 5000. Buat sebagian dari kita, mungkin 5000 itu mudah. Tapi buat mereka yang hidup kekurangan, 5000 bisa sangat berarti. Dan bila sama-sama menyumbang nominal tersebut, masa mau disamakan?

Intinya, apapun kondisi Anda sekarang cobalah untuk bersedekah. Semampunya, seikhlasnya. Dan jangan coba-coba untuk menipu TUHAN. Mampu, pura-pura tidak mampu. DIA Maha Tahu atas segalanya.

Semoga kisah di atas bisa menginspirasi kita semua, saya khususnya, untuk lebih meringankan tangan membantu saudara-saudara kita lewat jalur sedekah.

Kamis, 08 Desember 2011

Indahnya Sedekah